This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Friday 28 October 2016

Ulasan Singkat Suku Etoro Papua Nugini

Sebenarnya penulis sangat tertarik untuk membahas topik tentang suku etoro, namun referensi tentang suku ini sangat minim. Hanya sumber dari wikipedia dan beberapa blog lainnya. Tetapi cenderung pembahasan tentang adat kedewasaan yang paling banyak dibahas.

Suku Etoro atau Edolo adalah suku yang berada di Papua Nugini. Diketahui bahwa Papua Nugini merupakan salah satu tetangga Negara indonesia yang berbatasan langsung. Wilayah suku Etoro meliputi lereng selatan Gunung Sisa, di sepanjang ujung selatan pegunungan tengah Nugini, di dekat Dataran Tinggi Papua.

Ulasan Singkat Suku Etoro Papua Nugini

Ritual homoseksual

Suku ini dikenal oleh para antropolog karena ritual homoseksualnya. Suku Etoro percaya bahwa laki-laki muda harus menelan sperma tetua mereka setiap harinya dari umur 12 hingga 17 untuk mencapai status pria dewasa. Etoro percaya bahwa setiap orang memiliki kekuatan kehidupan dan konsentrasi kekuatan kehidupan terbesar ada di dalam sperma. Kekuatan kehidupan ini berpindah ke orang lain melalui hubungan seksual. Perempuan dianggap membuang kekuatan kehidupannya jika tidak hamil setelah berhubungan seks. Semakin tua seseorang, tubuh mereka semakin lemah, dan ini dikaitkan dengan berkurangnya kekuatan kehidupan.

Pernikahan

O'Neil dan Kottak setuju bahwa sebagian besar laki-laki menikah dan memiliki hubungan heteroseksual dengan istrinya. Akibat ketakutan bahwa seks heteroseksual dapat membuat mereka mati lebih awal dan keyakinan bahwa seks homoseksual memperpanjang hidup, hubungan heteroseksual lebih difokuskan pada reproduksi. Pendapat inilah yang membuat suku memiliki kebiasaaan yang aneh.

Tentu saja suku ini sangat terlihat aneh dan bahkan ritualnya juga tidak wajar yang lebih memilih hubungan homoseksual dari pada heteroseksual.

Sumber referensi:

https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Etoro

Sejarah Asal Usul Gelar Andi Suku Bugis - Sulawesi Selatan

Pada artikel sebelumnya saya sudah membahas mengenai adatdan senjata tradisional suku Bugis. Nah pada artikel kali ini kita akan masuk lebih dalam lagi dalam budaya suku Bugis. Yang akan kita bahas adalah asal usul Gelar Andi Suku Bugis.

Secara umum gelar Andi biasanya ditujukan pada para bangsawan Bugis, atau mereka yang memiliki peran penting di masyarakat. Salah satunya adalah keturunan Raja. Kenapa bisa para bangsawan bugis bergelar Andi? Siapa yang memulainya dan alasannya kenapa? Yuk kita simak ulasannya dibawah ini.

Sejarah Asal Usul Gelar Andi Suku Bugis - Sulawesi Selatan

Sejarah Gelar Andi Bugis


Versi 1

Nama Andi ini dimulai ketika 24 Januari 1713. Gelar ini dipakai pada semua keturunan hasil perkawinan Lapatau dengan keturuanan raja. Seperti:

1. Lapatau dengan putri Raja Bone sejati
2. Lapatau dengan putri Raja Luwu (yang bersekutu dengan kerajaan Gowa)
3. Lapatau dengan putri raja Wajo (yang bersekutu dengan kerajaan Gowa)
4. Lapatau dengan putri Sultan Hasanuddin (Sombayya Gowa)
5. Anak dan cucu Lapatau dengan putri Raja Suppa dan Tiroang
6. Anak dan cucu Lapatau dengan putri raja sejumlah kerajaan kecil yang berdaulat di Celebes.

Perkawinan tersebut merupakan upaya VOC untuk membangun dan mengendalikan sosiologi baru di Celebes. Dan dengan alasan ini pula maka semua bangsawan laki-laki yang potensial pasca perjanjian bungaya, yang extrim dikejar sampai ke pelosok nusantara dan yang softly diminta tinggalkan bumi sawerigading (Celebes). Namun (Alm) Jendral Muhammad Yusuf yang merupakan bangsawan Bugis, enggan menggunakan gelar Andi yang merupakan produk exlusivisme buatan VOC. Beliau sejatinya orang Bugis genetis sang Sawerigading. Selain itu juga bahwa Yusuf Kalla adalah bangsawan Bugis tetapi beliau tidak memakai gelar “Andi” karena bukan keturunan langsung Lapatau.

Versi 2

Dalam versi lain, walaupun kebenaraannya masih dipertanyakaan selain karena belum ditemukan catatan secara tertulis dalam Lontara tetapi ada baiknya juga dipaparkan sebagai salah satu referensi penggunaan nama “Andi” tersebut. Di era pemerintahan La Pawawoi Karaeng Sigeri hubungan Bone dan VOC penuh dengan ketegangan dan berakhir dengan istilah “Rompana Bone“. Dalam menghadapi Belanda dibentuklah pasukan khas yaitu pasukan “Anre Guru Ana’ Karung” yang di pimpin sendiri Petta Ponggawae.

Dalam pasukan tersebut tidak di batasi hanya kepada anak-anak Arung (bangsawan) saja tetapi juga kepada anak-anak muda tanggung yang orangtuanya mempunyai kedudukan di daerah masing-masing seperti anak pabbicara’e, salewatang dan lain-lain, bahkan ada dari masyarakat to meredaka. Mereka mempunyai ilmu sebagai “Bakka Lolo dan Manu Ketti-ketti“. Anggota pasukan tersebut disapa dengan gelaran “Andi” sebagai keluarga muda angkat Raja Bone yang rela mati demi patettong’ngi alebbirenna Puanna (menegakkan kehormatan rajanya).

Menurut cerita orang-orang tua Bone, Petta Imam Poke saat menerima tamu yang mamakai gelaran “Andi” atau “Petta” dari daerah khusus Bone maka yang pertama ditanyakan “Nigatu Wija idi’ Baco/Baso? (anda keturunan siapa Baso/Baco?). Baso/Baco adalah sapaan untuk anak laki-laki.
Jika mereka menjawab “Iyye, iyya atanna Petta Pole (saya adalah hambanya Petta Pole)”, maka Petta Imam Poke mengatakan “Koki tudang ana baco/baso” (duduklah disamping saya) sambil menunjukkan dekat tempat duduknya, maka nyatalah bahwa “Andi” mereka pakai memang keturunan bangsawan pattola, cera dan rajeng, tetapi kalau jawaban Petta mengatakan “oohh, enreki mai ana baco” sambil menunjukkan tempat duduk di ruang tamu maka nyatalah “Andi” mereka pakai karena geleran bagi anak ponggawa kampong (panglima) atau ana to maredeka yang pernah ikut dalam pasukan khas tersebut.

Versi 3

Dalam versi yang hampir sama, gelar “Andi” pertama kali digunakan oleh Raja Bone ke-30 dan ke-32 La Mappanyukki, beliau adalah Putra Raja Gowa dan Putri Raja Bone. Gelar itu disematkan didepan nama beliau pada Tahun 1930 atas Pengaruh Belanda.

Gelar Andi tersebut bertujuan untuk menandai Bangsawan-bangsawan yang berada dipihak Belanda, dan ketika melihat berbagai keuntungan dan kemudahan yang diperoleh bagi Bangsawan yang memakai gelar “Andi” didepan namanya, akhirnya setahun kemudian secara serentak seluruh Raja-Raja yang berada di Sulawesi Selatan menggunakan Gelar tersebut didepan namanya masing-masing.
Kelihatannya kita harus membuka lontara antara era pemerintahan La Tenri Tatta Petta To Ri Sompa’e sampai La Mappanyukki khususnya versi Bone karena era itulah terjadi jalinan kerja sama maupun perseteruan antara Raja-Raja di celebes dengan VOC, selain itu orang yang bersangkutan menyaksikan awal penggunaan secara meluas bagi Ana’ Arung juga semakin sukar dicari alias sudah banyak yang berpulang ke Rahmatullah, salah satu pakar yang begitu arif tentang masalah ini adalah Almahrum Tau Ri Passalama’e Anre Gurutta H.A.Poke Ibni Mappabengga (Mantan imam besar mesjid Raya Bone

Versi 4

Gelar Andi, menurut Susan Millar dalam bukunya ‘Bugis Weddings’ (telah diterbitkan oleh Ininnawa berjudul (Perkimpoian Bugis) disinggung bagaimana proses lahirnya gelar Andi itu. Memang, seperti yang disinggung di atas, saat itu Pemerintah Belanda di tahun 1910-1920an ingin memperbaiki hubungan dengan para bangsawan Bugis dengan membebaskan keturunan bangsawan dari kerja paksa. Saat itu muncul masalah bagaimana menentukan seorang berdarah bangsawan atau tidak.
Akibatnya, berbondong-bondonglah warga mendatangi raja dan menegosiasikan diri mereka untuk diakui sebagai bangsawan, karena rumitnya proses itu maka dibuatlah sebuah gelar baru untuk menentukan kebangsawanan seseorang dengan derajat yang lebih rendah. di pakailah kata Andi untuk menunjukkan kebangsawanan seseorang dalam bentuk sertifikat (mungkin sejenis sertifikat yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah lulus dalam kursus montir mobil atau sejenisnya).

Penggunaan Gelar Andi di Setiap Kerajaan Suku Bugis


Penggunaan gelar Andi di setiap kerajaan berbeda-beda. Di Soppeng misalnya hanya menetapkan bahwa gelar Andi adalah bangsawan pada derajat keturunan ketiga, sementara Wajo dan Bone hingga keturunan ketujuh. Dari sumber berikutnya dapat kami uraikan sebagai berikut.

Gelar Kebangsawanan “Datu” adalah gelar yang sudah ada sejak adanya kerajaan Bugis, di Luwu misalnya, semua raja bergelar Datu, dan Datu yang berprestasi bergelar Pajung, jadi tidak semua yang bergelar Datu disebung Pajung. Sama halnya di Bone, semua raja bergelar Arung, tapi tidak semua Arung bergelar Mangkau, hanya arung yang berprestasi bergelar Mangkau. Begitu juga di Makassar atau Gowa, semua bangsawan atau raja-raja bergelar Karaeng, hanya yang menjadi raja di Gowa yang bergelar Sombaiya.

Gelar kebangsawanan lainnya, mengikut kepada pemerintahan atau panggaderen di bawahnya, seperti Sulewatang, Arung, Petta, dan lain-lain. Jadi gelar itu mengikut terhadap jabatan yang didudukinya. Sementara untuk keturunannya yang membuktikan sebagai keturunan bangsawan, di Makassar dipanggil Karaeng. sedang di Bugis dipanggil Puang, dan di Luwu dipanggil Opu. Adapun gelar Andi, pertama-tama yang menggunakannya adalah Andi Mattalatta untuk membedakan antara pelajar dari turunan bangsawan dan rakyat biasa.

Dan gelar Andi inilah yang diikuti oleh turunan bangsawan Luwu, dan Makassar. Jadi di zaman Andi Mattalattalah gelar ini muncul. Gelar “Andi” baru ada setelah era Pemerintah Kolonial Belanda (PKB). Setelah 1905, Sulawesi Selatan benar-benar ditaklukkan Belanda dan terjadi kekosongan kepemimpinan lokal.

Tahun 1920-1930an PKB mencanangkan membentuk Zelf Beestuur (Pemerintah Pribumi/Swapraja) yang dibawahi oleh Controleur (Pejabat Belanda) untuk Onder Afdeling. Namun yang menjadi pertanyaan adalah, jika memang Andi diidentikan dengan Belanda, mengapa pejuang kemerdekaan (Datu Luwu Andi Jemma, Arumpone, Andi Mappanyukki, Ranreng Tuwa Wajo Andi Ninnong) tetap memakai gelar Andi didepan namanya sementara mereka justru menolak dijajah? tapi juga harus diakui bahwa ada juga yang berinisial Andi yang tunduk patuh pada PKB. Nah ini yang kita harus bijak menilai antara gelar dan pilihan personal terhadap kemerdekaan/penjajahan.

Secara umum Bangsawan Bugis berasal dari pemimpin-pemimpin anang/kampung/wanua sebelum datangnya To Manurung/To Tompo. Pimpinan-pimpinan kampung ini yang selanjutnya disebut kalula/arung dengan nama alias/gelar berbeda-beda yang disesuaikan dengan nama kampung/kondisi/perilaku bersangkutan yang dia peroleh melalui pengangkatan/pelantikan oleh sekelompok anang/masyarakat maupun secara kekerasan (peperangan bersenjata) yang selanjutnya diwariskan secara turun-temurun kepada ahli warisnya, kecuali jika dikemudian hari ternyata dia ditaklukkan dan diganti oleh penguasa yang lebih tinggi/kuat.

Sedangkan To Manurung dan To Tompo yang, ‘asal usul’ dan ‘namanya’ kadang-kadang tidak diketahui dan segala kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan yang dimilikinya, oleh sekelompok pimpinan kalula/arung/matoa sepakat untuk mengangkatnya menjadi ketua kelompok dikalangan kalula/arung yang selanjutnya menjadi penguasa/raja yang berarti pula pondasi dasar sebuah kerajaan/negara telah terbentuk –dimana tanah/wilayah, pemimpin/penguasa dan pengakuan dari segenap rakyat sudah terpenuhi.

Penguasa/Raja biasanya kimpoi dengan sesama To Manurung/To Tompo [jika dia 'ada'/muncul tanpa didampingi pasangannya] dan pada tahap awal cenderung mengawinkan anak-anaknya dengan bangsawan lokal yang sudah ada sebelumnya. Ketika kerajaan-kerajaan kecil tadi dalam perkembangannya menjadi kerajaan besar, barulah perkawainan anak antar-kerajaan mulai diterapkan oleh Arung Palakka.

FATIMAH BANRI WE BANRI GAU 1871 – 1895

We Fatimah Banri atau We Banri Gau Arung Timurung menggantikan ayahnya Singkeru’ Rukka Arung Palakka menjadi Mangkau’ di Bone. Dalam khutbah Jumat namanya disebut sebagai Sultanah Fatimah dan digelarlah We Fatimah Banri Datu Citta. Pada tahun 1879 M. kimpoi dengan sepupu satu kalinya yang bernama La Magguliga Andi Bangkung Karaeng Popo, anak dari We Pada Daeng Malele Arung Berru dengan suaminya I Malingkaang KaraengE ri Gowa. Yang menjadi tanda tanya adalah :

Apakah sebelum La Magguliga Andi Bangkung Karaeng Popo masih ada juga yang menggunakan nama/gelar itu sebelumnya? Mengapa kata ‘Andi’ yg digunakan/disepakati sebagai penandaan gelar bagi kaum bangsawan Sulawesi Selatan pada saat itu sampai dengan sekarang? Kenapa bukan Karaeng atau Raden atau Uwak atau dan lain-lain?

Urgensi tata cara pandangan dalam asal-usul Andi itu sebenarnya karena tata cara pandang tergantung nara sumber data yang dimilki, Perbedaan dapat kita lihat sebagai berikut yaitu :

Apabila yg memakai data dari system pemerintahan yang pada proses pendudukan Belanda mungkin ada benarnya bahwa Andi adalah pemberian Belanda, tapi ini akan menimbulkan pertanyaan yaitu : Apakah pemberian nama Andi dimana posisi bangsawan saat itu gampang dan mudah melihat yang mana pro dan anti terhadap Belanda karena baik pro dan anti Belanda semuanya menyandang gelar itu? Lalu apakah contoh yang paling mudah ketika Andi Mappanyukki sebagai tokoh yg mempopulerkan nama Andi merupakan orang anti Belanda?

Dari pertanyaan diatas dapat disimpulkan sementara bahwa kata asal-usul nama Andi adalah pemberian Belanda telah gugur. Apabila data yang mengacu karena istilah penghormatan dari masyarakat luar Bugis atau akhirnya digunakan oleh Belanda terhadap bangsawan Bugis dianggap karena sama sederajat juga ada benarnya dimana yang dulunya istilah Adik adalah Andri menjadi Andi itu sangat relevan karena contoh sangat konkrit adalah sosok Andi Mappanyukki pada sejarah Kronik Van Paser yang namanya disebut hanya La Mappanyukki saja, namun karena banyaknya tetua Bangsawan Wajo hidup di Paser saat itu hingga mengatakan Andri sehingga masyarakat suku-suku Paser, Kutai dayak hingga Banjar sulit menyebutkan dan menyebabkan penyebutan menjadi Andi saja, hal yang sama ketika salah satu Ibukota Kerajan Kutai diberikan nama oleh masyarakat Bugis yang bernama Tangga Arung namun sulit penyebutannya oleh masyarakat setempat menjadi Tenggarong. Ini juga menjadi data akurat bahwa nama Andi adalah aktualisasi perubahan dari Andri yang tidak bisa diucapkan dan akhrinya masuk ke wilayah orang Belanda dimana orang-orang bule baik Belanda, Portugis hingga Inggris sulit menyebut huruf “R”.

Nama Gelar Bugis selain Andi


Di bugis di kenal nama yang menjadi ciri khas gelar kebangsawanan seperti Andi, Baso, Besse atau Tenri. Andi untuk keturunan bangsawan asli yang paling tinggi tingkatannya atau kedua orang tuanya adalah Andi maka secara otomatis maka anaknya juga bergelar Andi sedangkan jika orang tuanya cuma satu maka di beri gelar Baso untuk laki-laki dan Besse untuk perempuan. Tenri biasanya dipakai jika masih keturunan bangsawan. Selain itu sering juga nama-nama tersebut digabung menjadi Andi Baso, Andi Besse, Andi Tenri.

Penggunaan Gelar Andi dalam nama Bugis

  1. Andi Makkarella
  2. Andi Azis
  3. Andi Farida
  4. Andi Maddaremmeng
  5. Andi Makkatengnga
  6. Andi Mappanyukki
  7. Dll

Sejarah gelar Andi masih menjadi polemik karena memiliki cerita sejarah yang cukup panjang. Seiring berkembangnya zaman, pemberian nama Andi tidak sama seperti dahulu. Pemberian Nama Andi sudah banyak dipakai walaupun kedua orang tuanya bukan Andi bahkan ada yang cuma punya kerabat bergelar Andi makanya merekapun memberi nama mereka Andi, biasanya mereka ini adalah mereka yang belum paham struktur dan silsilah serta pemberian nama gelar bangsawan Andi.
Itulah sejarah singkat mengenai asal usul gelar Andi pada masyarakat Bugis. Semoga bermanfaat.

Sumber referensi:
http://www.kaskus.co.id/thread/54d30b3b0f8b461d718b4574/asal-usul-gelar-nama-quotandiquot-masyarakat-bugis-sulawesi-selatan/
1. blogerbugis.blogspot.com
2. rappang.com
3. portalbugis.wordpress.com
4. kompasiana.com
5. anneahira.com

sumber gambar:
http://ruang12berbagi.blogspot.co.id/

Wednesday 19 October 2016

5 Tradisi Berbahaya Yang Masih Dilakukan Dan Memakan Korban

Di era modern ini, beberapa suku bangsa masih melestarikan adat istiadat mereka. Walaupun secara perlahan adat tersebut kadang mulai ditinggalkan. Di indonesia saja, masih bisa kita jumpai beberapa suku bangsa yang masih memegang tradisi mereka.

Beberapa tradisi kadang terlihat aneh, bahkan terlihat mengerikan untuk dilakukan. Namun menurut suku-suku tersebut tradisi yang mereka lakukan memiliki tujuan tersendiri. Misalnya seperti tradisi meminta hujan, persembahan pada dewa dan lain sebagainya.
Berikut dibawah ini adalah beberapa tradisi yang dilakukan untuk tujuan tertentu namun terlihat agak aneh dan kadang mengerikan.

1. Tradisi Mengundang Hujan Desa La Esperanza Meksiko

Tradisi Mengundang Hujan Desa La Esperanza Meksiko

Di Desa Nahua, Negara Bagian Guerrero, Meksiko terdapat tradisi yang dilakukan setiap bulan Mei. Puluhan ibu-ibu berkumpul dan berkelahi di lapangan desa hingga berdarah-darah. Tradisi ini dimulai dengan membentuk lingkaran besar. Setiap desa diwakilkan oleh wanita dan mereka akan berhadapan dengan wakil dari desa lain. Dua wanita dewasa tersebut berhadap-hadapan dan kemudian saling berkelahi. Setiap ada darah muncrat, warga di lingkaran besar akan bersorak. Darah yang terciprat dari perkelahian sengit para ibu itu akan dikumpulkan di ember. Nantinya, ladang akan disirami darah itu demi memanggil hujan yang dipercaya berujung pada panen yang sukses.

Tradisi ini adalah gabungan antara ritual kuno di Meksiko dan Katolik. Namun sebenarnya pihak gereja setempat tidak mendukung tradisi tersebut. Tetapu sebagian warga masih meyakini bahwa tradisi tersebut bertujuan agar Dewa Hujan Tlaloc mau memberkahi hasil tani Desa Nahua. "Tidak ada yang peduli menang kalah. Lebih penting bagi warga agar perkelahian ini menghasilkan banyak darah untuk mengundang hujan"

2. Tradisi Pecahkan Batok Kelapa India

Tradisi Pecahkan Batok Kelapa India

Di India masih ada tradisi yang sedikit terlihat agak berbahaya. Setiap tahun ribuan warga pergi ke sebuah kuil di India selatan untuk melakukan ritual pemecahan batok kelapa menggunakan kepala. Uniknya tradisi ini dilakukan oleh semua kalangan, bahkan anak-anakpun diperbolehkan mengikutinya. Tujuannya adalah sebagai persembahan kepada dewa. Warga yang ingin ikut serta dalam tradisi ini berjongkok dilantai sambil menunggu pendeta kuil menghampiri lalu memecahkan batok kelapa di kepala mereka. Beberapa warga terlihat kesakitan, namun ada juga yang langsung mengumpulkan pecahan batok kelapa sebagai persembahan kepada dewa. Ada seorang wanita menceritakan bahwa dirinya tidak merasakan apa-apa saat ia mengikuti tradisi ini, dia percaya bahwa dewi telah menyelamatkannya dan menghilangkan rasa sakitnya.

Sejarah ritual berawal ketika pendudukan Inggris di India, saat itu Inggris mencoba membuat jalur kereta api melintasi daerah Tamil Nadu, Namun warga menolak rencana Inggris tersebut. Karena penolakan tersebut Inggris mengajukan syarat kepada warga, jika warga bisa memecahkan batu atau batok kelapa menggunakan kepala maka jalur kereta akan dirubah. Sejak saat itu setiap tahunnya hingga sekarang ritual ini dilakukan dan berhasil menarik ribuan pengunjung.

3. Tradisi Gotmar Mela India

Tradisi Gotmar Mela India

Masih di negara India, sejak 300 tahun lalu, dua desa Distrik Ahmednagar, Maharashtra, India, yaitu Pandhurna dan Sawargaon memang selalu bertikai. Letak kedua desa berada di tepi Sungai Jaam. Entah apa awal mulanya, desa tersebut seakan tidak pernah rukun. Oleh karena bentrok antar keduanya, sudah ratusan orang luka-luka dan bahkan ada juga yang meninggal dunia. Akan tetapi, perang itu saat ini sudah tidak ada. Kedua desa telah bersepakat untuk damai. Suasana mencekam telah berganti menjadi sebuah festival untuk mengenang tragedi berdarah tersebut, namanya Gotmar Mela.

Tradisi Gotmar Mela berlangsung di hari kedua Bhadrapad, bulan baru yang biasanya jatuh pada tanggal 23 Agustus hingga 22 September. Masyarakat Pandhurna dan Sawargaon berkumpul di tepi sungai dan mempersenjatai diri mereka dengan batu yang dipersiapkan untuk kegiatan saling lempar batu. Masing-masing desa menjadi satu kelompok. Keduanya memperebutkan bendera yang sebelumnya diikatkan di atas pohon. Masing-masing kelompok harus mengatur strategi agar bisa mendapatkan bendera tersebut. Ini memang tidak mudah, selain letak bendera yang ada di atas pohon, setiap orang yang akan naik akan selalu diganggu oleh anggota kelompok lain. Tentu saja, melempar batu adalah satu-satunya cara agar lawan tidak bisa mengambil bendera.

Karena sangat berbahaya pemerintah setempat telah melarang kegiatan ini berlangsung, tapi masyarakat Pandhurna dan Sawargao tetap saja melanjutkan tradisi mereka. Untuk mengurangi korban, pada tahun 2001 diusulkan batu yang digunakan akan diganti menjadi bola karet, tapi hal tersebut tidak didengarkan oleh kedua desa ini.

4. Tradisi Perang Rocket Chios Yunani

Tradisi Perang Rocket Chios Yunani

Tradisi ini terdengar sedikit modern karena menggunakan kembang api sebagai bahannya. Setiap tahun pada hari Paskah, dua gereja di sebuah pulau kecil bernama Chios, Yunani, menggelar perang kembang api. Kedua gereja itu saling menembakkan ribuan kembang api ke satu sama lain. Dua gereja ortodoks (Saint Mark dan Panagia Erithiani) di kota Vrodandos berusaha memukul lonceng gereja satu sama lain dengan menembakkan kembang api. Warga Vrodandos membutuhkan beberapa bulan untuk mempersiapkan tradisi unik tersebut. Sekitar 150 orang terlibat dalam pembuatan lebih dari 25.000 kembang api tersebut. Tidak semua warga menyukai tradisi berbahaya ini. Kegiatan itu telah menyebabkan beberapa kasus kebakaran dan juga kasus kematian.

Sejumlah warga sudah mulai menyuarakan keprihatinan mereka dan berusaha untuk mendorong dihentikannya tradisi tersebut. Kekhawatiran ini tampaknya tidak terlalu mengganggu mereka yang menyukainya. Pada hari Paskah kemarin, tradisi ini tetap dilaksanakan dan puluhan ribu roket ditembakkan ke udara. Ribuan orang tampak menikmati tradisi itu sembari melihat warna langit yang berkelap-kelip karena efek cahaya kembang api.

Sejarah tradisi ini berawal pada abad ke-19, ketika pulau Chios diduduki oleh Ottoman. Saat itu, orang pribumi di pulau ini memiliki kapal yang dilengkapi dengan meriam untuk melawan bajak laut. Namun, rupanya para warga juga suka menembakkan meriam mereka saat merayakan Paskah. Ketika penjajah Ottoman datang ke pulau itu, mereka menyita meriam warga untuk mencegah pemberontakan. Sebagai gantinya, para warga beralih menembakkan kembang api. Dan tradisi ini tidak pernah berhenti sejak saat itu.

5. Tradisi Onbashira Jepang

Tradisi Onbashira Jepang

Selama 1200 tahun terakhir festival Onbashira di Nagano wilayah Jepang telah secara tradisional dirayakan tanpa terputus. Kata Onbashira harfiah diterjemahkan sebagai ” pilar suci” , melambangkan pembaharuan Suwa Grand Shrine . Ini terdiri dari dua tahap : Yamadashi diterjemahkan sebagai ” keluar dari pegunungan ” yang diselenggarakan pada bulan April seperti untuk Satobiki diadakan pada bulan Mei. Sebelum festival dimulai , 16 batang pohon dipotong dari 200 tahun pohon cemara Jepang. Setiap pohon bisa sampai 1 meter di seberang , 16 meter dan berat sampai 12 ton . Tim pria mempertaruhkan hidup mereka dengan memanjat pada batang dan naik sepanjang jalan menuruni lereng berlumpur , dibutuhkan 3 hari untuk memindahkan batang lebih dari 10 kilometer ke kuil . Batang pohon besar yang beratnya sekitar 7 ton, diluncurkan menuruni lereng dengan sudut kemiringan 40 derajat. Saat batang pohon meluncur, para pria pemberani melompat dan duduk di atasnya. Karena kecepatannya cukup tinggi, beberapa orang terlempar atau tergilas. Di antara mereka ada yang tewas atau cedera karena tertimpa pohon yang sangat berat.

Sumber referensi:

http://www.kaskus.co.id/thread/58058896582b2e9e528b4567/kaskus.co.id/?utm_source=facebook&utm_medium=internalpost&utm_campaign=hotthread

Thursday 13 October 2016

Senjata Tradisional Jambi Badik Tumbuk Lada

Senjata Tradisional Jambi Badik Tumbuk Lada. Badik Tumbuk Lada adalah salah satu senjata tradisional yang berasal dari Jambi. Badik ini merupakan senjata khas melayu yang ada di Sumatera dan Kepulauan Riau serta Semenanjung Melayu. Nama senjata ini sangat terkenal di kalangan masyarakat semenanjung melayu.

Senjata Tradisional Jambi Badik Tumbuk Lada

Arti nama Badik Tumbuk Lada

Arti dari nama senjata ini adalah

1. Badik
Diambil dari kata serapan masyarakat Bugis yang artinya adalah senjata

2. Tumbuk Lado adalah sebuah bahasa Melayu yang berarti Tumbuk Lada

Secara harfiah bahwa senjata tradisional ini biasa digunakan untuk mendukung kehidupan masyarakat Melayu di setiap harinya. Senjata khas Kepulauan Riau ini sangat persis dengan senjata tradisional dari Negara tetangga Malaysia.

Bentuk

Senjata tradisional ini berbentuk seperti badik khas dari Sulawesi hanya saja pada sarung Tumbuk Lada terdapat benjolan bundar yang dihias dengan ukiran pahat. Bagian sarungnya dilapis dengan kepingan perak yang diukir dengan pola-pola rumit. Selain itu bentuknya juga menyerupai keris namun tidak bergelombang. Senjata ini memiliki karakteristik berukuran tidak lebih dari 29 cm dan hanya mempunyai lebar 4 cm.

Fungsi

Zaman dulu badik ini dipergunakan untuk berburu dan berperang. Namun selain untuk berperang Tumbuk Lada pada zaman dulu juga menjadi salah satu kelengkapan pakaian adat di Jambi, Kepulauan Riau, Deli, Siak dan Semenanjung Tanah Melayu. Dan sampai saat ini masih digunakan sebagai kelengkapan pakaian adat.


Itulah penjelasan singkat mengenai Senjata Tradisional Badik Tumbuk Lada. Semoga bermanfaat.

Wednesday 12 October 2016

Negara Yang Pernah Memberlakukan Tradisi Duel Dalam Menyelesaikan Masalah

Dahulu di beberapa negara pernah menerapkan tradisi Duel untuk menyelesaikan masalah. Ketika suatu masalah tidak dapat ditemukan titik terangnya atau ada pihak yang dirugikan dari hasil keputusan musyawarah, biasanya mereka memilih duel sebagai solusinya.

Negara Yang Pernah Memberlakukan Tradisi Duel Dalam Menyelesaikan Masalah

Jika diperhatikan cara ini sangatlah mengerikan dan bahkan memakan korban. Namun tradisi duel ini pernah diterapkan dibeberapa negara hingga akhirnya di berhentikan. Berikut dibawah ini adalah beberapa negara yang pernah menerapkan tradisi duel.

Yunani

Pada abad 19 di Yunani pernah ada tradisi duel menurut catatan sejarah. Duel tersebut merupakan sebuah solusi untuk menyelesaikan masalah dari dua orang yang terlibat. Uniknya duel ini tidak saling membunuh melainkan hanya melukai wajah. Mereka menggunakan sebuah pisau dan di awasi oleh semacam hakim.

Hakim bertugas memutuskan siapa yang menang dan kalah. Siapa yang pertama melukai wajah lawannya akan dianggap sebagai pemenang. Dan pemenang duel akan dengan serta merta menyerahkan dirinya ke pihak berwenang ketika selesai bertarung.

Koboi Amerika

Amerika terkenal dengan koboinya, namun ternyata ada cerita menarik tentang koboi. Salah satunya adalah mengenai duel ala koboi. Duel ala koboi bukan saling hajar atau menggunakan pisau, namun koboi menggunakan pisto untuk berduet.

Hasil duet ini pasti selalu akan memakan korban meninggal dunia. Duel ini bertahan lama karena mulai dilakukan sekitar abad 18 hingga awal 20an. Namun karena berbahaya, duel ini akhirnya dilarang.

Filipina

Di Filipina duel bukan hanya sebagai solusi dari masalah, tetapi juga menjadi festival tahunan. Duel di Filipina dilakukan dengan cara memakai senjata, mulai dari kayu, rotan, sampai belati-belati tajam. Duel berakhir ketika ada salah satu yang sudah tidak berdaya lagi. Tapi, kadang diberlakukan aturan duel sampai mati di mana pertarungan akan terus lanjut sampai salah satunya tewas.

Afrika

Hampi sama dengan di Filipina duel di Afrika bukan hanya untuk menyelesaikan masalah, tapi juga mencakup berbagai tujuan, bahkan bersenang-senang. Dan yang unik, duel untuk keperluan senang-senang itu masih ada sampai sekarang. Di afrika banyak terdapat tradisi duel dan salah satu yang paling terkenal adalah Nguni.

Duel Nguni dilakukan antara dua orang dengan menggunakan senjata yang berupa tongkat dan disaksikan oleh wasit. Duel berakhir ketika salah satu orang sudah tak kuat untuk berdiri atau pingsan.

Indonesia

Di Indonesia juga terdapa tradisi duel, salah satunya adalah Carok, duel khas Madura. Carok merupakan tradisi suku Madura untuk menyelesaikan masalah. Dan masih diberlakukan sekarang. Rata-rata duel ini selalu melahirkan korban-korban.

Carok dilakukan karena beberapa sebab seperti hutang piutang, difitnah, dan sebagainya. Tapi faktor wanita merupakan penyebab utama Carok dilakukan. Bisa karena selingkuh atau mungkin diganggu rumah tangganya.

Itulah beberapa duel yang pernah dilakukan oleh beberapa negara untuk menyelesaikan masalah. Sebaiknya cara ini segera ditinggalkan karena dalam duel nggak ada yang benar atau salah, tetapi siapa yang kuat dan lemah.

Sumber referensi:

http://bangka.tribunnews.com/2016/10/09/melongok-tradisi-duel-mematikan-yang-ada-di-dunia-paling-mengerikan-duel-carok-madura?page=5